Powered By Blogger

Jumat, 11 Oktober 2013

Evaluasi Bosowa Bina Insani

Software Scanner Periksa Nilai LJK (Lembar Jawab Komputer)
Software khusus scanner untuk memudahkan anda dalam memeriksa nilai Lembar Jawab Komputer (LJK).

Membantu Sekolah dalam mempercepat pemeriksaan hasil Test yang menggunakan Lembar Jawaban Komputer (LJK), mendata nilai siswa, report statistik mengenai data nilai.
Seperti kita ketahui, Ujian Nasional (UN) merupakan program pemerintah untuk menciptakan kesetaraan kualitas pendidikan di tanah air kita ini.
Diharapkan dengan adanya Ujian Nasional, tercipta sebuah peningkatan kualitas dan penyamarataan dalam bidang dunia pendidikan.
Bisa kita bayangkan jumlah peserta Ujian Nasional untuk SMA tahun ajaran 2012-2013 adalah 1.581.286 siswa, proses penilaian menjadi sangat sulit dan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar, belum lagi kualitas dan ketepatan dalam hal penilaiannya.
Pertanyaannya adalah bagaimana caranya melakukan proses penilaian dengan kualitas & kecepatan yang memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan tadi?
Jawabannya adalah dengan menggunakan bantuan seperangkat alat komputer yang dilengkapi dengan bantuan program khusus dan alat scanner automatic document feeder, sehingga proses penilaian dapat berjalan dengan lancar dan sesuai jadwal.
Diharapkan dengan digunakan Software Periksa Nilai ini maka:
- Guru dapat lebih fokus terhadap kualitas pengajaran.
- Guru dapat lebih fokus terhadap siswa.
- Guru dapat mendapatkan laporan mengenai soal yg sulit dan soal yg mudah.
- Siswa dapat lebih terlatih terhadap LJK.
- Siswa terbiasa dengan LJK.
- Siswa lebih siap menghadapi Ujian Nasional.
- Dapat mengurangi kesalahan teknis.
- Karena terbiasa, proses pengisian LJK menjadi lebih cepat.
- Sekolah dapat menghemat biaya-biaya yang tidak perlu seperti try-out, beli kertas LJK.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Departemen DikNas, salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kualitas pada Ujian Nasional adalah masalah teknis seperti penulisan kurang jelas, kertas sobek dll. Hal ini disebabkan oleh karena siswa belum terbiasa dengan Lembar Jawab Komputer.
Dengan Software Scanner Periksa Nilai ini diharapkan setiap sekolahan mempraktekkan Lembar Jawab Komputer pada ulangan harian, dengan demikian akan meningkatkan keterampilan para siswa dalam mengikuti UN dan mengurangi kesalahan pada masalah teknis tadi.
Para guru juga dapat meningkatkan kualitas mengajar karena tidak terbebani lagi dengan proses penilaian yang sulit dan makan waktu.
Tips buat pihak sekolahan disaat mengikuti UN: Sebelum menyerahkan Lembar Jawab Komputer kepada pihak panitia penyelengara UN, scan terlebih dahulu seluruh LJK siswa, sehingga pihak sekolah memegang "data digital" dari LJK sehingga bisa dijadikan bahan perbandingan apabila terjadi kesalahan dan pihak sekolah dapat dengan segera mendapatkan "hasil" dari Ujian Nasional tanpa harus menunggu hasil dari pusat.
Spesifikasi Software:
  • Menggunakan berbagai macam bentuk LJK seperti Ujian Nasional, SPMB, Ujian Akhir Sekolah, Tes Sekolah.
  • Dapat memeriksa LJK dengan format Lingkaran (O) dan tanda Silang (X).
    Lembar Jawaban Komputer (LJK) dapat di-print menggunakan printer atau di-photocopy (note: hasil print atau copy tidak kotor)
  • Data Siswa dapat di-input dengan menggunakan Scanner.
  • Untuk mengisi lembar jawaban dapat menggunakan Pensil, Spidol atau alat tulis lainnya yang berwarna hitam atau warna tua seperti biru, coklat, ungu, dll.
  • Jenis Report : Nilai secara detail, Daftar Nilai, Rekap Nilai, dan Analisa soal (Tingkat Kesulitan dan Validitas Soal)
  • Report dapat dicetak langsung atau diekspor ke Excel, HTML, atau RTF
  • Dapat mencetak Kartu Pelajar/Ujian yang dilengkapi dengan Photo dan kode barcode.
  • Sudah banyak digunakan oleh sekolah, bimbel, dan diknas untuk Try Out UNas SMP/SMA dan UASBN SD.
  • Tingkat Akurasi mendekati 100%.

Konfigurasi Digunakan Untuk :
- Memilih Scanner yang akan digunakan.
- Mengaktifkan password atau tidak.
- Mengatur Kelas
- Membuat Mata Pelajaran
- Mengisi Informasi Sekolah
- Membuat Program Studi
- Menset Sistem Penilaian

Template digunakan Untuk:
- Menentukan posisi lingkaran-lingkaran dari LJK yang akan digunakan
- Karena hasil scanning pada scanner yang berbeda kadang-kadang juga berbeda hasil scanningnya.
- Pengaturan template ini hanya dilakukan satu kali saja, kecuali ada perubahan kertas LJK atau penggantian Scanner.

Daftar Siswa digunakan untuk:
- Membuat daftar siswa yang akan mengikuti Tes.
- Daftar siswa ini bersifat opsional, tidak wajib diisi.
- Kecuali jika kita menggunakan Template Tes Sekolah (Netis) pengisian daftar siswa penting, agar nama siswa dapat muncul pada saat ingin mencetak daftar nilai.

Selasa, 08 Oktober 2013

Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Pendidikan






a. Pengukuran

Pengukuran dapat diartikan dengan kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau sesuatu yang lain (Anas Sudijono, 1996: 3) Jika kita mengukur suhu badan seseorang dengan termometer, atau mengukur jarak kota A dengan kota B, maka sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah mengkuantifikasi keadaan seseorang atau tempat kedalam angka. Karenanya, dapat dipahami bahwa pengukuran itu bersifat kuantitatif

Maksud dilaksanakan pengukuran sebagaimana dikemukakan Anas Sudijono (1996: 4) ada tiga macam yaitu : (1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu seperti orang mengukur jarak dua buah kota, (2) pengukuran untuk menguji sesuatu seperti menguji daya tahan lampu pijar serta (3) pengukuran yang dilakukan untuk menilai. Pengukuran ini dilakukan dengan jalan menguji hal yang ingin dinilai seperti kemajuan belajar dan lain sebagainya.


Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi (1995: 21) adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu tertentu. Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui apa yang telah dilakukan siswa.
Menurut Mardapi (2004: 14) pengukuran pada dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur dan obyek yang diukur.

Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan informasi tentang karakteristik afektif obyek.

b. Penilaian

Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya.

Dalam sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah dilakukan pengukuran. informasi yang diperoleh dari hasil pengukuran selanjutnya dideskripsikan dan ditafsirkan. Karenanya, menurut Djemari Mardapi (1999: 8) penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran. Menurut Cangelosi (1995: 21) penilaian adalah keputusan tentang nilai. Oleh karena itu, langkah selanjutnya setelah melaksanakan pengukuran adalah penilaian. Penilaian dilakukan setelah siswa menjawab soal-soal yang terdapat pada tes. Hasil jawaban siswa tersebut ditafsirkan dalam bentuk nilai.

Menurut Djemari Mardapi (2004: 18) ada dua acuan yang dapat dipergunakan dalam melakukan penilaian yaitu acuan norma dan acuan kriteria. Dalam melakukan penilaian dibidang pendidikan, kedua acuan ini dapat dipergunakan. Acuan norma berasumsi bahwa kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi normal. Sedangkan acuan kriteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari semua orang namun waktunya bisa berbeda.

Penggunaan acuan norma dilakukan untuk menyeleksi dan mengetahui dimana posisi seseorang terhadap kelompoknya. Misalnya jika seseorang mengikuti tes tertentu, maka hasil tes akan memberikan gambaran dimana posisinya jika dibandingkan dengan orang lain yang mengikuti tes tersebut. Adapun acuan kriteria dipergunakan untuk menentukan kelulusan seseorang dengan membandingkan hasil yang dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Acuan ini biasanya digunakan untuk menentukan kelulusan seseorang. Seseorang yang dikatakan telah lulus berarti bisa melakukan apa yang terdapat dalam kriteria yang telah ditetapkan dan sebaliknya. Acuan kriteria, ini biasanya dipergunakan untuk ujian-ujian praktek.
Dengan adanya acuan norma atau kriteria, hasil yang sama yang didapat dari pengukuran ataupun penilaian akan dapat diinterpretasikan berbeda sesuai dengan acuan yang digunakan. Misalnya, kecepatan kendaraan 40 km/jam akan memiliki interpretasi yang berbeda apabila kendaraan tersebut adalah sepeda dan mobil.

c. Evaluasi

Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat hierarki. Artinya ketiga kegiatan tersebut dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan dalam pelaksanaannya harus dilaksanakan secara berurutan.

Evaluasi Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 1) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana dikatakan Gronlund (1990: 5) merupakan proses yang sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan informasi untuk menentukan sejauhmana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Djemari Mardapi (2004: 19) evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.

Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dari evaluasi yaitu: (1) sebagai kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi disetiap akhir program tersebut, (2) dalam pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka. bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan (3) kegiatan evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itulah pendekatan goal oriented merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk evaluasi pembelajaran.



Diposkan oleh Djunaidi Lababa di 22.52

Kegagalan Evaluasi Pendidikan Nasional





*) artikel lama…liat aja nama mentri pendidikannya…masih relevan gak ya????
Penilaian sejumlah orang bahwa kualitas pendidikan di Indonesia bukannya mengalami perbaikan tetapi justru penurunan, mulai mendekati kebenaran. Begitu pula, pendidikan di zaman Belanda yang dianggap sebagai zaman normal masih lebih baik dibanding sekarang, juga terbukti. Paling tidak, dulu, lulusan sekolah Belanda menguasai beberapa bahasa asing.
Penilaian mengenai kualitas pendidikan di Indonesia yang kurang menggembirakan itu mencapai pucaknya tatkala muncul hasil survei dari Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Menurut survei terkait, sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Dari 12 negara yang disurvei oleh  lembaga penelitian yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, menyusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia berada di urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam !.
Data-data yang diajukan dalam survei itu memang membuat para penentu kebijakan pendidikan di Indonesia tidak berkutik. Namun hal tersebut diakui oleh Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Abdul Malik Fadjar sebagai sebuah kebenaran. Memang, sistem dan kualitas pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia.
Penilaian miring tentang sistem dan kualitas pendidikan nasional bukan hanya muncul saat ini, sejak jauh hari telah banyak pihak yang menyoroti ‘kebobrokan’ tersebut. Prof. Wardiman — ketika menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Pembangunan VI — menolak tudingan bahwa pendidikan tidak mampu menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja, ketika ia meluncurkan program “link and match”-nya yang merupakan pengakuan diam-diam bahwa sistem pendidikan kita tidak mampu melahirkan tenaga siap pakai (Roy Tjiong, 1998).
Menurut Mendiknas, pendidikan amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik yang berkembang di masyarakat. Bagaimana mungkin kualitas pendidikan bisa dinaikkan kalau mahasiswanya kerap terlibat demontrasi yang seringkali itu menjadi tempat pelarian dari ketidakmampuannya (atau bahkan keengganannya belajar) di bangku kuliah. Juga suramnya pendidikan nasional amat terkait dengan keadaan sosial politik (krisis moneter dan konflik sosial). Dengan kata lain, masalah stabilitas dan keamanan menjadi persoalan dasar yang harus diselesaikan. Bagaimanapun juga, pendidikan memerlukan rasa aman.


Etika Pendidikan


‘Pengakuan’ Mendiknas bahwa pendidikan amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik senafas dengan sinyalemen yang disampaikan oleh Mochtar Buchori (2001) mengenai etika dan politik dalam evaluasi pendidikan. Bahwa dalam manajemen pendidikan – baik pengambil kebijakan, pengelola pendidikan, maupun guru – mestinya terikat dan mengindahkan aspek etika dan politik dalam pendidikan. Bukankah salah satu sumber persoalan dari keterpurukan pendidikan kita adalah karena amburadulnya kurikulum kita selama ini?!
Muatan kurikulum yang sangat ideologis dan sarat dengan nilai-nilai yang harus dikunyah oleh para siswa didik, walaupun kenyataan sehari-hari bertolak-belakang dengan nilai-nilai yang harus dihafalkan itu. Sistem kurikulum dan sistem manajemen sekolah juga tidak kalah serunya, karena hampir setiap kali pergantian menteri mengalami bongkar pasang. Bukankah bisnis buku Inpres (dulu?) merupakan bisnis yang paling menguntungkan? (Roem Topatimasang, 1998).
Selain itu, sistem evaluasi yang kita lakukan selama ini justru tidak menyentuh kepada substansi tujuan diadakannya evaluasi itu sendiri. Menurut para ahli, evaluasi yang baik ialah “evaluasi yang hasilnya dapat menunjukkan kepada mereka yang dievaluasi, apa yang selanjutnya sebaiknya mereka lakukan dan apa pula yang sebaiknya tidak mereka lakukan.” Jadi evaluasi pendidikan yang baik hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas tentang profil keberhasilan siswa. Dan melalui informasi yang terkandung dalam profil ini setiap siswa dapat turut menentukan, apa yang sebaiknya mereka lakukan dan yang tidak harus mereka lakukan (Mochtar Buchori, 2001).
Aspek etika dalam evaluasi muncul ketika evaluator menyadari bahwa dalam dirinya terdapat keuasaan yang besar terhadap mereka yang dievaluasi. Kenyataan ini menghadapkan evaluator kepada suatu pertanyaan yang sangat penting: Apa yang akan dilakukan dengan keuasaannya ini? Menikmatinya, sehingga setiap murid, setiap mahasiswa merasa bahwa dialah orang yang paling berkuasa di sekolah atau di kelas? Atau mempergunakan kekuasaan tadi untuk mengenali setiap peserta didik sebaik mungkin dan kemudian membimbingnya sebaik mungkin pula? Ini merupakan sebuah petanyaan yang harus dijawab dengan kesadaran etika yang tinggi.
Di samping aspek etika, pada evaluasi pendidikan terdapat pula aspek politik. Yaitu, keseluruhan pertimbangan yang mendasari pemilihan materi evaluasi; yang menentukan jenis-jenis pertanyaan yang akan dikemukakan dan cara mengemukakannya dalam ujian dan evaluasi. Tanpa kita sadari, apa yang kita tanyakan pada waktu evaluasi ditentukan oleh preferensi-preferensi politik kita. Berbagai selera etika serta preferensi politik menyusup ke dalam sikap dan praktik pendidikan kita, sehingga segenap evaluasi pendidikan yang kita laksanakan dalam bentuk THB dan EBTA sering membuat sebagian orang tua merasa kecewa, frustasi, dan jengkel.


Evaluasi yang Komprehensif

Dalam otonomi pendidikan, lembaga pendidikan tidak hanya memerlukan informasi dan berusaha memacu kualitas hasil pembelajaran, namun yang lebih penting adalah mengendalikan kualitas proses pembelajaran. Apalagi dengan berlakunya multiple curriculum di Indonesia. Jika disertai dengan pelaksanaan evaluasi proses pembelajaran, maka akan ada kecenderungan yang baik dalam meningkatkan kinerja lembaga pendidikan yang otonom. Untuk itu evaluasi proses pembelajaran harus dimasukkan sebagai salah satu komponen dalam evaluasi kurikulum.
Tahap evaluasi proses pembelajaran meliputi: penentuan tujuan evaluasi, disain evaluasi, pengembangan instrumen, kalibrasi instrumen evaluasi proses pembelajaran, pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, dan tindak lanjut hasil evaluasi. Secara konseptual, tahap di atas, dapat lebih diperdalam ke dalam tahap-tahap: penentuan tujuan, disain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi, pengumpulan data, kalibrasi, analisis, dan tindak lanjut. Secara khusus diuraikan bagaimana mengkalibrasi dengan pendekatan orthogonal untuk alat ukur evaluasi proses pembelajaran. Fungsi lain evaluasi ini adalah untuk tindakan manajerial pimpinan pendidikan dalam mengatasi kecenderungan kualitas proses dan hasil secara lebih terpadu
Dalam EBTA, EBTANAS (atau apapun namanya), dan UMPTN yang selama ini kita laksanakan secara overlap, profil keberhasilan yang menjadi tujuan evaluasi tidak dapat kita temukan.  Yang dapat diketahui oleh para siswa yang lulus dengan baik dalam EBTA, EBTANAS, dan UMPTN ialah bahwa mereka mempunyai beberapa pilihan kalau mereka mau melanjutkan studi di perguruan tinggi. Tetapi hasil dari ketiga ujian tadi tidak dapat membuat mereka tahu, mana yang merupakan pilihan terbaik dari beberapa kemungkinan yang dilihatnya tadi.
Sebaliknya, bagi mereka yang kelulusannya pada ujian EBTA tidak begitu mentereng dan mengalami kegagalan pada ujian Ebtanas dan UMPTN, hasil-hasil ketiga ujian tadi tidak memberikan gambaran apapun tentang diri mereka. Angka-angka yang kurang cemerlang pada hasil EBTA dan pernyataan “TIDAK LULUS” pada hasil Ebtanas serta UMPTN hanya mempunyai satu arti bagi mereka dan orangtua mereka: MEREKA ADALAH ANAK-ANAK YANG GAGAL!.
Ada tiga hal menurut Mochtar Buchori (2001) yang perlu dievaluasi mengenai kemajuan siswa dalam pembelajaran nilai-nilai, yaitu perkembangan dalam nilai estetika, perkembangan dalam nilai-nilai synnoetika (nilai-nilai yang mendasari empathy), dan perkembangan dalam nilai-nilai etika. Ketiga hal inilah yang akan turut memberikan gambaran keberhasilan siswa dalam aktualisasi potensi-potensi di luar bidang intelektual. Wallahu A’lam.